Sunday, August 20, 2006

Sejarah Gereja Bali

http://sheko.net/?page_id=14

Sejarah Gereja Bali

Dari sejak awal kedatangan agama Katolik di Bali, banyak mendapat cobaan dan kesulitan-kesulitan. Semua tidak berjalan seperti yang diharapkan. Tapi pelan namun penuh keyakinan akan penyertaan Tuhan, kami yakin sumua bisa dilalui.

Berikut ulasan mengenai sejarah gereja Bali yang ditulis oleh Almarhum Pastor Shadeg SVD, dan juga merupakan suatu kehormatan bagi kami untuk bisa menaruh ulasan ini sebagai pengungkapan rasa hormat kami pada almarhum Pastor Shadeg yang sudah banyak menyumbangkan tenaga, pikiran dan dana untuk perkembangan gereja Katolik di Bali. Ulasan ini diketik ulang oleh Sheko .

Bali yang kini terkenal di seluruh dunia karena kebudayaan dan agama Hindu dengan segala keunikannya sejak dahulu sudah menunjukkan adanya kesediaan untuk menerima masuknya agama Katolik di wilayah ini.

Satu dokumen yang mendukung hal ini adalah sepucuk surat di atas daun lontar yang ditunjukkan kepada orang-orang portugis di Malaka pada tahun 1635. Dalam surat itu raja Klungkung mewakili raja-raja Bali menulis antara lain: “Saya senang sekali jika mulai sekarang kita bersahabat dan orang dating ke pelabuhan ini untuk berdagang. Saya pun akan senang sekali jika imam-imam datang ke sini agar siapa saja yang menghendaki dapat memeluk agama Kristen”.

Undangan Raja Klungkung itu mendapat sambutan dari gereja Katolik Portugis dengan diutusnya 2 orang misionaris Yesuit ke Klungkung Bali. Kedua pastor tersebut adalah P. Mamul Carvalho S.J dan P. Azemado S.J . dari Malaka.

Namun tidak adanya bukti-bukti yang menyatakan adanya hasil dari kedua pastor tersebut. Apalagi dengan adanya kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda untuk mempertahankan Bali agar bebas dari pengaruh agama Kristen melalui pasal 177 yang terkenal itu. Maka makin sulit bagi agama Katolik masuk ke pulau Bali.

Kemudian atas permohonan Vilkaris Apostolik Betawi Gubernur Jendral India Belanda memberi ijin dalam tahun 1891 bagi dua misionaris masuk di Buleleng dalam suratnya yang antara lain berbunyi: “ Dari pihak saya tidak ada keberatan bila satu atau dua misionaris mulai menetap di Buleleng…… dengan maksud mempelajari bahasa Bali dan sesudah itu menetap di Buleleng untuk mulai karya misi diantara penduduk setempat”.

Selanjutnya pada tahun 1912 kepulauan Sunda Kecil diserahkan oleh Yesuit ketangan SVD, dan tahun 1913 wilayah kepulauan Sunda kecil ditingkatkan statusnya menjadi Prefektur Apostolik yang meliputi Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan Timor.

Pada bulan desember 1914 Mgr. Noyen yang menjabat Prefek Apostolik Sunda Kecil mengadakan kunjungan keagamaan ke pulau Bali, setelah dengan susah payah mendapat ijin dari pemerintah Belanda. Disamping ijin untuk mengadakan kunjungan ke agamaan, bahkan dalam tahun 1920 Pemerintah mengabulkan permohonan Mgr. Noyen SVD untuk mendirikan sebuah sekolah Katolik di Bali. Namun sayang sekali bahwa kesempatan emas ini tidak dapat dimanfaatkan karena masalah kekurangan tenaga.

Ternyata kesempatan tersebut tidak mudah diperoleh lagi, walaupun pengganti Mgr. Noyen yang meninggal tahun 1922, yakni Mgr. Verstralen mengajukan permohonan untuk mendirikan HIS di Bali tidak mendapatkan persetujuan dalam Volkstraad.

Harapan muali muncul kembali sewaktu Mgr. Leven menjabat Vikarius Aopstolik mengantikan Mgr. Verstralen yang meninggal karena kecelakaan tahun 1932. Dan harapan itu pun menjadi kenyataan dalam tahun 1935, ketika pastor Van Der Heijden menjadi pastor di Mataram, Lombok.

Pastor Van Der Heijden mendapatkan pula tugas khusus untuk mengadakan kunjungan rohani ke Bali dan Sumbawa dan sejak itu mulailah titik awal dari masuknya gereja Katolik ke Bali. Tanggal 14 Mei 1935 Van Der Heijden menetap di Mataram, dan tgl 9 Juni 1935 Gereja Katolik pertama didirikan dan diresmikan di kota Mataram. Hari ini dipandang sebagai hari masuknya karya gereja Katolik di pulau Lombok.

Empat bulan kemudian, persisnya tgl 11 September 1935, Pastor Van Der Heijden mengantar pastor J. Kersten SVD ke Denpasar dan mulai menetap di Denpasar. Dan hari tersebut dipandang sebagai tonggak perkembangan agama Katolik di Bali. Dan tempat yang menjadi ladang pertama adalah Banjar Tuka, Dalung, Ketika dalam bulan November 1935, 2 pemuda Bali dari Banjar Tuka: I Made Bronong (Pan Regig) dan I Wayan Diblug (Pan Rosa) datang ke Denpasar dan bertemu dengan Pastor J. Kersten SVD.

Dan Roh Kudus mulai berkarya dalm diri kedua pemuda tersebut ketika kedua pemuda tersebut dipermandikan Katolik pada hari raya Pentakosta tgl 6 Juni 1936. Saat yang penting itu disusul pula oleh saat penting lainnya yakni peletakkan batu pertama gereja Katolik Tuka tepatnya tgl 12 Juli 1936 oleh Pastor J. Kersten SVD dihadiri oleh Pastor Van Der Heijden dan Pastor Conrad SVD. Dan ternyata benih iman yang baru tumbuh ini, dengan cepat berkembang menyusul pula dua tokoh lain disamping I Made Bronong dan I wayan Diblug, yakni Pan Maria dan I Made Tangkeng (Pan Paulus).

Melalui semangat iman pertama ini Roh Kudus berkarya dengan hasil yang besar. Dengan datangnya seorang tokoh terkenal dalam tahun 1936 Pastor Simon Buis SVD, injil lebih disebarkan lagi khususnya dikalangan umat dipedalaman pulau Bali. Dengan semangat berkorban dan cinta kasih, pastor Simon Buis mencari orang-orang Bali dan membawa mereka ke kandang Tuka. Tahun 1938, 128 orang dipermandikan di Tuka, Padangtwang dan Gumbrih. Bulan Februari 1938, Pastor Ade Boer memperkuat barisan imam untuk melayani umat yang semakin bertambah.

Pastor Simon Buis pada tanggal 15 September 1940 berhasil mengadakan eksodus dari Tuka dan sekitarnya ke ujung Barat pulau Bali dan membuka desa ditengah-tengah hutan yang kini terkenal sebagai desa Palasari. Dalam eksodus tersebut pastor yang keras kemauannya, dengan penuh semangat membawa 18 keluarga dari Tuka dan 6 keluarga dari Gumbrih untuk mulai tempat pemukiman yang baru itu.

Tantangan pertama mulai menghadang yakni terasa kurangnya gembala, lebih-lebih pada masa pendudukan Jepang tatkala para misionaris ditahan oleh Jepang. Dalam masa yang sulit ini, para tokoh telah membuktikan diri sebagai tenaga-tenaga Katekis yang penuh semangat dan pengorbanan memberikan kesaksian tentang kabar gembira yang telah meraka terima. Mereka benar-benar menjadi tokoh yang tangguh dalam mengisi kekosongan tenaga iman dalam masa pendudukan Jepang.

Di Tuka dan sekitarnya tokoh awam yang dikenal adalah Pan Regig, Pan Rosa, Pan Paulus, Pan Maria dan Anak Agung Nyoman Geledig dari Tangeb. Dan Palasari maju dengan pesat dibawah bantuan seorang rasul awam wanita Ibu Ayu yang berkarya dibidang medis. Adalah suatu hal yang patut diperhatikan yakni kabar gembira yang dibawa oleh para misionaris perintis diatas dan misionaris yang menyusul dibawakan dalam wujud karya nyata melalui karya sosial terhadap orang miskin, karya pengobatan terhadap para penderita dan kemudian melalui karya pendidikan dan karya sosial lainnya seperti asrama dan panti asuhan baik untuk putra maupun
putri.

Melalui karya-karya tersebut secara nyata kabar gembira disampaikan kepada masyarakat Bali khususnya yang hidup di pedesaan. Maka pada tahun 1939 gereja Gumbrih diresmikan disusul pula oleh gereja di Padangtawang tahun 1940 bulan September, di Tangeb pada tgl 8 Desember 1940, di Palasari tgl 19 Juni 1941.

Setelah jaman kemerdekaan misi yang banyak terkocar-kacir karena kehilangan gembalanya mulai dibenahi lagi, dan perkembangan memperlihatkan garis yang menanjak. Tgl 14 Juli 1950 daerah Bali dan Lombok dipisahkan dari Sunda Kecil dan menjadi Prefectur Apostolik dibawah pimpinan Mgr. Hubertus Hermens SVD. Dalam masa jabatan beliau secara menyolok karya-karya karikatif dan edukatif berkembang pesat. Hal ini membawa perkembangan baru dalam penambahan lapangan kerja dan kebutuhan akan tenaga kerja yang banyak. Babak baru bagi karya para Suster pun mulai dan datanglah para suster Fransiskanes dari Semarang tahun 1956 ke desa Palasari dan suster-suster S. Sp. S di ampenan tahun 1952 yang kelak dikemudian hari disusul pula oleh suster-suster konggregasi lain seperti: CB RVM, CIJ dan ALMA.

Dibalik itu semua suatu hal yang dapat dikatakan istimewa bagi gereja yang baru berkembang ini adalah dengan berhasil didirikannya sebuah SMP Seminari dalam tahun 1953 di Tangeb dibawah pimpinan Pastor Norbert Shadeg SVD. Atas dasar beberapa pertimbangan Seminari ini dalam tahun 1956 dipindahkan ke Tuka. Melalui banyak perjuangan Seminari ini tetap hidup dan berkembang dan ternyata membuahkan hasil muali tahun 1969, yakni 13 tahun kemudian Imam Bali asli yang pertama yang berhasil ditahbiskan adalah Pastor Servatius Nyoman Subhaga SVD pada tgl 9 Juli 1969 di gereja paroki Roh Kudus Babakan.

Benih panggilan untuk imam, suster, bruder ternyata tumbuh sangat subur. Dalam jangka waktu relatif singkat sejak seminari SMP didirikan, yakni selama 29 tahun telah ditahbiskan sebagai imam sebanyak 19 pemuda dari Bali dan 65 gadis menghayati hidup sebagai suster dan 13 pemuda sebagai Bruser. Dibandingkan dengan jumlah uamt dalam keuskupan Denpasar yang berjumlah sekitar 13.000 orang, maka presentase panggilan imam, suster dan Bruder ternyata cukup tinggi. Satu langkah maju lagi dalam perkembangan Gereja Katolik Bali ialah dengan
ditingkatkannya Profektur Apostolik Bali menjadi Keuskupan Denpasar tanggal 3 Januari 1961 dengan uskup pertama Mgr. Dr. Paulus Sani Kleden SVD yang ditahbiskan menjadi uskup di Palasari tgl 3 Oktober 1961.

Pada masa ini karya Gereja Katolik Bali sudah meliputi bidang pendidikan melalui persekolahan dari tingkat Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar dan Sekolah menengah. Dalam bidang medis melaui Poliklinik-BKIA dan rumah sakit yang tersebar dimasing-masing paroki seperti Tuka, Tangeb, Gumbrih, Palasari, Denpasar dan Singaraja. Di Lombok terdapat rumah sakit St. Antonius di Ampenan. Melalui asrama atau panti asuhan dan pemberian bea siswa bagi anak-anak yang disekolahkan diluar Bali yang secara khusus telah digalakkan oleh Prefek
Apostolik Mgr. Hubertus Hermens SVD.

Ternyata karya-karya kreatif ini telah banyak membawa orang menjadi pengikut-pengikut Kristus. Namun setelah masa-masa indah yang mengembirakan, masa panen yang banyak, maka datanglah saat-saat sulit bagi perkembangan Gereja Katolik di Bali. Masalah kuburan yang ada kaitannya dengan hukum adat di Bali ternyata sempat membuat terbendungnya perkembangan umat di beberapa pedesaan, khususnya di diaspora-diaspora pedesaan dimana iman baru mulai ditaburkan. Dengan adanya kenyataan bahwa kuburan adalah milik Pura Dalem serta banyak penyungsung (Umat Hindu) yang berhak dikuburkan di kuburan umum tersebut, maka umat yang bukan beragama Hindu ataupun para katakumen tidak boleh memakai kuburan umum tersebut.

Hal ini cukup membawa pengaruh negatif bagi umat Katolik di pedesaan dan membuat para katakumen dan banyak simpatisan mundur karena takut tidak mendapat kuburan. Maklum masalah kuburan bagi pandangan orang Bali merupakan hal ang luar biasa pentingnya, karena itu hal tersebut telah mempengaruhi bahkan menghambat perkembangan umat khususnya di pedesaan dimana hukum adat terasa sangat kuat.

Namun setelah lama umat dihebohkan oleh hal seperti ini antara lain dengan dikuburkannya beberapa jenazah di halaman rumah orang Katolik, hal mana menurut pandangan umat beragama Hindu adalah menajiskan, maka akhirnya dapat ditemukan jalan keluar berupa pemisah kuburan bagi umat beragama Kristen. Hal lain yang dapat dikatakan pula sebagai mengurangi jumlah penganut agama Katolik ialah adanya transmigrasi besar-besaran umat Katolik Bali ke Sulawesi, Kalimantan dan Sumatra, sejalan dengan rencana pemerintah untuk mengurangi kepadatan penduduk dan pemerataan penduduk di Indonesia.

Ternyat banyak umat Katolik dan Protestan di beberapa berbondong-bondong bertransmigrasi keluar pulau. Diperkirakan jumlah transmigran Katolik yang keluar pulau Bali pada saat itu meliputi sekitar 5000 jiwa. Mereka terpencar di daerah transmigran dan sangat memerlukan rawatan rohani agar mereka tidak tersesat kembali setelah mengenal injil beberapa waktu sebelumnya.

Akhirnya dapat diusahakan mengirim seorang Pastor ke daerah transmigrasi tersebut dan secara khusus memperhatikan kebutuhan rohani para transmigran Katolik di Sulawesi.

Namun ditengah-tengah kesulitan dan rintangan gereja yang merupakan “batu karang” tetap tegak dipulau Bali dan Roh Kudus secara nyata tetap berkarya dalam gereja Katolik Bali sehingga stasi-stasi baru tetap dapat dirintis dan paroki semakin berkembang walaupun tidak lagi seperti masa kejayaan yang dulu.

Pada saat ini terdapat 14 paroki induk dan stasi yang terpencar diberbagai wilayah Bali/Lombok:
1. Denpasar
2. Tuka
3. Gumbrih/Slabih
4. Tangeb, Abianbase, Cemagi dan Sading
5. Singaraja
6. Palasari dan (candikuning) Gilimanuk
7. Tabanan dan Piling
8. Babakan dan Kelibul
9. Negara
10. Tuban
11. Amlapura
12. Mataram
13. Ampenan
14. Gianyar

Dalam wilayah keuskupan Denpasar kini terdapat pekerja-pekerja kebun anggur Tuhan sebanyak:
Uskup: 1 orang
Imam: 15 orang
Bruder: 2 orang
Suster: 46 orang
Katekis: 10 orang

Bila ditinjau kembali jumlah uamt Katolik di Bali sejak awal sampai tahun 1983, maka ditemukan angka-angka sebagai berikut:
1936 – 1937: 145 orang
1937 – 1938: 246 orang
1938 – 1939: 323 orang
1939 – 1940: 389 orang
1940 – 1941: 470 orang
1946 – 1947: 1266 orang
1947 – 1948: 1237 orang
1948 – 1949: 1304 orang
1979 : 10415 orang
1980 : 10851 orang
1981 :11337 orang
1982 : 12066 orang
1984 : 12140 orang
1985 : 13016 orang
1986 : 13565 orang

Memang melihat angka perkembangan selama 47 tahun diatas, maka nampak perkembangan umat Katolik di pulau Bali dan Lombok tidak dapat dikatakan lancar. Banyak faktor yang menyebabkan tersendatnya perkembangan Katolik Bali. Namun dengan perlindungan Roh Kudus Gereja Katolik Bali secara pasti tetap hidup dan secara misterius tetap berkembang ditengah-tengah cobaan dan rintangan, sebab “Roh Allah bertiup kemana Ia mau” (Yoh. 3: .

Siapakah rahasia itu yang menimbulkan rindu akan Tuhan dalam hati manusia, yang menyelenggarakan pertemuan dengan Kristus, yang memajukan kepentingan karya Injil, yang menyalakan rasa kebersatuan, yang menciptakan keselarasan dan keharmonisan dan akhirnya mengarahkan sejarah umat manusai kepada tujuan yang benar.

Dia, yang menciptakan semua itu, adalah Roh Kudus yang sebagai pengendali sejarah umat manusia, pasti akan menunjukkan juaga jalan kepada Tuhan bagi orang-orang Bali dan Lombok.

Dimana ada damai, gembira, harmoni, ilham, dengan kata lain dimana terdapat hal-hal yang menyertai kasih disana Roh Kudus akan bekerja. Akhirnya kita yakin apa yang sudah menjadi rencana Allah, pasti terjadi, pasti akan muncul, pasti perlahan-lahan akan menjadi kenyataan, dengan demikian akan mewujudkan diri tanpa bisa dibendung oleh siapapun (St. Agustinus)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home