Monday, October 23, 2006

Perusahaan Daerah; Sapi Perahan Kinerja Rendah, Gaji Tetap Besar

http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/10/23/b20.htm

Perusahaan daerah di Bali sebagian besar mengalami kerugian. Itu diakui Gubernur Bali Dewa Beratha. Walaupun rugi, para pengelolanya tetap dibayar mahal. Satu contoh untuk Dirut PDAM gajinya saja Rp 9 juta per bulan. Belum lagi pendapatan lainnya seperti tunjangan, THR dan bonus lainnya.

Hal yang paling miris terjadi di Tabanan. Perusahaan Daerah Dharma Santhika (PDDS) yang mengelola seratusan hektar kebun kopi akhirnya gulung tikar. Sementara PDAM-nya dililit utang milyaran rupiah.

PDDS yang disuntik dana APBD tahun 2003 lalu sempat hidup sebentar hingga tahun 2005. Namun, kolaps lagi dan tidak jelas bagaimana nasibnya hingga kini. Sementara PDAM, walaupun telah bangkit dengan jajaran direksi baru, masih dililit utang sekitar Rp 20,5 milyar.

Pada tahun 2003 PDDS yang memiliki kantor mewah di Jalan Pahlawan Tabanan mengelola beberapa unit usaha, di antaranya perbengkelan, percetakan/sablon, kontraktor, konsultan dan kebun kopi. Karena adanya kepincangan pengelolaan, sedikit demi sedikit kondisinya memburuk, sehingga kolaps awal tahun 2005. Dua kali telah dicoba untuk dihidupkan kembali dan tahun 2005 PDDS dinonaktifkan untuk jangka waktu yang tidak diketahui.

Direktur Utama Agus Putu Ekananda bersama jajaran direksi yang dilantik pada April 2003, juga telah mengundurkan diri.

Sementara aset puluhan milyar rupiah milik PDDS hingga kini tidak jelas keberadaannya. Aset yang paling nyata terlihat adalah kebun kopi yang terletak di Kecamatan Pupuan seperti Pujungan, Padangan, Pajahan dan Batungsel yang berjumlah sekitar 114 ha. Kabarnya kebun itu telah lama dikelola oleh forum bendesa adat setempat. Tetapi, tidak jelas bagaimana kompensasinya terhadap pemda. Belakangan terdengar kabar bahwa telah dilakukan verifikasi terhadap utang-utang PDDS dan aset yang masih dimiliki serta ada investor yang berniat, tetapi hingga kini belum ada tanda-tanda untuk bangkit kembali.

Sementara PDAM Tabanan keadaannya sedikit berbeda. Sebelumnya PDAM juga dilaporkan selalu merugi, di samping berutang atas investasi milyaran rupiah. Bulan September tahun 2005 lalu dilaporkan utang yang dimiliki Rp 18 milyar dari utang investasi semula Rp 6 milyar. Dengan pemasukan setiap bulannya mencapai Rp 1 milyar, tetapi pengeluaran dilaporkan lebih banyak lagi. Untuk gaji 235 karyawan, pengeluaran mencapai Rp 900 juta. Belum ongkos produksi dan kerusakan alat. Tidak diperoleh informasi dengan jelas, berapa kerugian setiap bulannya.

Akan tetapi, sertifikat tanah tempat kantornya pun sempat digadaikan untuk memenuhi kebutuhannya. Ironisnya, PDAM juga menggerogoti APBD Tabanan.

Situasi buruk ini berubah setelah adanya pelantikan jajaran direksi yang baru, 5 Desember 2005 yang dikomandani Dirut IB Oka Sedana, S.T. Dalam beberapa bulan kepemimpinannya, Sedana menyatakan telah mampu membayar utang Rp 1 milyar serta telah mencicil utang Rp 75 juta per bulan. Dalam sebulan kabarnya PDAM telah mendapat keuntungan sekitar Rp 100 juta. Mulai tahun 2007, PDAM tidak akan mendapat suntikan dana dari APBD. Namun berbagai hal harus dihadapi, mulai dari adanya pelanggan liar dan pelanggan aktif pasif hingga memo tenaga kerja yang datangnya dari para pejabat yang kini bertumpuk di ruang dirut. Ini menandakan perusahaan daerah masih dijadikan tempat menampung ''antek-antek'' penguasa.

Sementara itu, Pemkot Denpasar memiliki tiga perusahaan daerah (PD), yakni PDAM, PD Parkir, dan PD Pasar. Dari ketiga PD yang ada, PDAM mengalami kerugian dalam operasionalnya. Sedangkan PD lainnya mampu memperoleh keuntungan.

Direktur I PD Pasar Denpasar Ir. I Made Westra mengatakan dari jumlah pendapatan selalu mengalami peningkatan. Hanya, untuk setoran ke kas daerah yang dilakukan berdasarkan persentase mengalami fluktuasi.

Pada tahun 2005 lalu pendapatan PD Pasar Denpasar mencapai Rp 10,1 milyar lebih. Saat itu setoran ke kas daerah mencapai Rp 342,4 juta. Namun, pada tahun 2006 ini target pendapatan mencapai Rp 11,4 milyar. Untuk setoran ke kas daerah hanya Rp 241,3 juta.

''Dibandingkan tahun 2005 setoran ke kas daerah mengalami penurunan. Hal ini akibat beban biaya meningkat tajam, sehingga mengurangi laba. Padahal, persentase setoran ke kas daerah dihitung dari besarnya laba/rugi,'' katanya.

Justru Rugi

Pemkab Badung memiliki dua perusahaan daerah yakni PD Pasar dan PDAM. PDAM Badung yang sebelumnya sempat merugi, sejak tahun 2005 lalu sudah mampu berkontribusi ke pendapatan asli daerah (PAD) Pemkab Badung. Namun, PD Pasar yang awalnya untung lumayan, belakangan justru melorot.

Dirut PDAM Badung Ir. Nyoman Sukanada mengatakan, tahun 2001 lalu PDAM Badung juga sempat meraup laba Rp 143 juta. Namun, sebelum dan sesudah tahun itu PDAM terus merugi. Baru tahun 2005 lalu PDAM kembali meraih laba sekitar Rp 450 juta, 55 persen atau Rp 182 juta di antaranya disetor ke kas daerah.

Sementara PD Pasar Badung mengelola sembilan pasar. Kesembilan pasar itu yakni Pasar Petang, Sembung, Kerta Sari Latu, Pasar Umum Beringkit, Pasar Hewan Beringkit, Pasar Kuta I, Pasar Kuta II, Pasar Yadnya Kapal, Pasar Nusa Dua. Selama lima tahun ke belakang, PD Pasar memang mendapat keuntungan, namun berfluktuasi. Bahkan, tahun 2005 mengalami penurunan yang cukup drastis. Tahun itu, perusahaan daerah yang memiliki 321 pegawai ini hanya meraup keuntungan Rp 5,2 juta lebih. ''Penurunan laba itu dipengaruhi oleh daya beli masyarakat akibat terjadi tragedi bom dua kali,'' ujar Plt. Dirut PD Pasar Nyoman Predangga didampingi Kabag Keuangan I Made Suarka.

Data yang diperoleh Bali Post menyebutkan keuntungan PD Pasar tahun 2001 dari target Rp 46.559.835, terealisasi Rp 49.379.111. Tahun 2002 keuntungannya Rp 138.440.905 dari target Rp 165.753.983. Tahun 2003 laba yang diperoleh Rp 149.957.980 dari target Rp 175.404.799. Tahun 2004 Rp labanya Rp 141.426.605 dari target Rp 196.684.506. Sementara tahun 2005 keuntungannya hanya Rp 5.287.549 dari target Rp 259.248.974. ''60 persen dari laba itu disetor ke kas daerah,'' katanya.

Kondisi serupa juga terjadi di Jembrana. Direktur Perusda Jembrana I Gusti Ketut Mulyarta, S.Pt. mengatakan pihaknya sering tidak bisa memenuhi target setoran PAD ke pemkab. Padahal, menurutnya, bila dikalkulasikan pendapatan perusda setiap bulan bisa memenuhi target, namun setoran bersih ke pemkab selalu tidak bisa tercapai. Ini jadi rancu karena kemampuan memenuhi target PAD dijadikan indikator keberhasilan perusda.

Ia mencontohkan, pemasukan perusda dari penarikan retribusi pasar mencapai Rp 600 juta setiap tahun. Namun pemkab mematok setoran bersih ke dinas pendapatan mencapai Rp 500 juta. Menurutnya, hal itu cukup sulit dilakukan karena perusda tidak mungkin menggunakan sisa dana Rp 100 juta untuk membayar semua biaya operasional. Sementara perusda harus membayar gaji pegawai, cetak karcis retribusi dan upah pungut.

Anggota Komisi C DPRD Jembrana Iskandar Alfan menilai selama ini di luar retribusi pasar, tidak ada kontribusi perusda bagi PAD. Menurutnya, perusda kurang inovatif mengelola unit yang ada, misalnya soal parkir. Dia belum melihat ada inovasi yang dilakukan perusda untuk mendongkrak pemasukan dari parkir itu. Selain itu, tokoh asal Singaraja ini juga menyoroti soal Air Megumi yang hingga kini produknya seret dan belum memberi keuntungan. ''Kadang pemkab membuat program tanpa memikirkan efek dan cara pengelolaannya ke depan. Selain itu banyak potensi daerah yang belum dikelola secara optimal,'' ujarnya.

Tetap Payah

PDAM Karangasem, satu-satunya perusahaan daerah selain Bank BPD Bali yang dimiliki pemerintah bumi lahar. Namun tampaknya, PDAM Karangasem tetap payah. Meski di bawah kepemimpinan Direktur baru I Gede Putu Kertia, S.E. mulai ada keuntungan dari hasil menjual air, namun mesti dibayar dengan kekisruhan manajemen. Diduga ada banyak karyawan yang resah karena tak siap dengan manajemen baru yang dirasakan menghilangkan sumber pendapatan sebelumnya.

Dua bulan lalu, ratusan karyawan PDAM itu bergolak. Mereka berdemo ke aula kantor Bupati Karangasem. Mereka menuntut agar Putu Kertia diberhentikan dari jabatannya. Gerakan itu dikomandoi orang dalam yang diduga tak puas dengan kepemimpinan Putu Kertia membenahi manajemen PDAM sampai mulai tampak memperlihatkan keuntungan. Dengan perbaikan manajemen dan memberikan sanksi bagi yang tak bisa bekerja dengan baik, Putu Kertia pun digoyang. Dia juga dilaporkan kepada Bupati Geredeg oleh karyawan setempat telah melakukan korupsi.

Sementara kisruh belum tertangani, pelanggannya juga menjerit. Pelanggan unit Abang, terutama di Desa Tista selama dua bulan air PDAM tak mengalir ke pelanggan.

Pelanggan PDAM di desa lainnya seperti Bungaya juga mengeluh karena aliran air PDAM tak mengalir sampai ke sana. Bupati Wayan Geredeg dan Wabup Drs. I Gusti Lanang Rai, Senin (9/10), membantah macetnya air PDAM akibat kisruh manajemen. Atas laporan korupsi yang menimpa Putu Kertia, Bupati Geredeg telah menurunkan tim pemeriksa dari Bawasda dan tim pengawas. Namun, dari hasil pemeriksaan tim itu tak ditemukan adanya korupsi.

Ngadatnya air PDAM, kata Lanang Rai, rutin terjadi saat musim kemarau. Hal itu karena debit sumber air PDAM mengecil. ''Di rumah jabatan Wabup di Susuan, mungkin karena tempatnya agak tinggi aliran air PDAM belakangan ini melemah bahkan sering ngadat,'' katanya.

Sejak Juni, keuangan PDAM tampak menggembirakan karena mulai ada surplus (keuntungan). September ini, kata Putu Kertia, keuntungan mencapai Rp 79.053.975,4. Sementara bulan sebelumnya, Agustus, tercatat surplus keuangan Rp 76 juta lebih.

Sebelum dipimpin Kertia, PDAM Karangasem belum pernah membukukan keuntungan, tetapi rugi terus. Pemkab bahkan terus norok ratusan juta bahkan pada 2003 pemkab sampai norok rekening listrik PDAM sampai sekitar Rp 900 juta. Sampai kini utang PDAM Karangasem sekitar Rp 4 milyar di Depkeu belum dibayar. Kertia mengatakan dengan cara membenahi seluruh manajemen, termasuk tertib administrasi dan kinerja karyawan dapat dilakukan banyak efisiensi. Pengetatan pencatatan meteran air juga dilakukan. Namun, dengan cara itu dirinya justru menghadapi kendala. ''Ini risiko kami berani melawan arus dengan melakukan perbaikan demi pelayanan kepada pelanggan.''

Di Gianyar juga setali tiga uang. Bukan saja PD Mandara Giri yang kondisinya saat ini masih jauh pangang dari api. Gianyar yang mempunyai tiga perusahaan daerah (PD), yakni PD Mandara Giri, PD BPR Werdhi Sedana, serta PD Air Minum (PDAM), ketiganya masih mengalami sakit parah. Perlu diberikan solusi pengobatan untuk lebih mengoptimalkan kinerja dari PD tersebut, sehingga mampu memberikan kontribusi lebih bagi PAD Gianyar.

Modal kerja yang diberikan oleh Pemkab Gianyar dalam hal pemberdayaan perusahaan daerah tersebut masih belum mampu menunjukkan data kinerja yang signifikan. Berdasarakan data yang diperoleh, Senin (9/10), Pemkab Gianyar sebelum tahun 2002 telah memberikan modal kerja sebanyak Rp 4,2 milyar kepada ketiga perusahaan tersebut. PDAM mendapatkan suntikan dana sebanyak Rp 3,5 milyar, PD BPR Werdhi Sedana sebanyak Rp 600 juta, dan PD Mandara Giri mendapatkan suntikan modal kerja sebanyak Rp 100 juta. Tentunya dana yang diberikan oleh pemkab ini untuk mengencangkan operasional dari perusahaan tersebut, sehingga mampu memberikan kontribusi yang diharapkan.

Sejalan waktu, dari tahun 2002 hingga tahun 2006, pemkab melalui APBD telah memberikan modal kerja kepada ketiga PD sebanyak Rp 4,6 milyar. Dari jumlah tersebut, PD Mandara Giri mendapatkan bantuan suntikan dana sebanyak dua kali pada tahun 2005 dan tahun 2006 masing-masing sebesar Rp 100 juta. Sedangkan PD BPR Werdhi Sedana di tahun 2002 mendapatkan suntikan modal kerja dari APBD Gianyar sebesar Rp 125 juta.

Di Klungkung, terdapat dua perusahaan daerah yakni Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Perusahaan Daerah Nusa Kerta Kosala (PDNKK). Kedua perusahaan daerah itu kondisinya memprihatinkan. PDAM saat ini dililit utang mencapai Rp 5,6 milyar. Utang itu tak mampu terbayarkan sejak tahun 1993 sampai sekarang. Untuk tahun 2006, pendapatan per bulan PDAM hanya Rp 460 juta dari biaya operasional yang dihabiskan Rp 505 juta, termasuk biaya penyusutan Rp 60 juta per bulan. Sehingga kerugian yang dialami per bulannya mencapai Rp 45 juta. ''Untuk kerugian itu, kami berusaha menutupinya dari biaya penyusutan yang dianggarkan setiap bulannya. Sebisa mungkin, anggaran penyusutan itu tidak terpakai,'' ungkap Direktur PDAM Made Suyastra. (bal)

0 Comments:

Post a Comment

<< Home